Senin, 15 September 2014

terkait RUU PILKADA : Siapa Yang Harus dan Sebaiknya Memilih


Rabu Minggu lalu sepulang dari kantor rekan saya seorang staff di sekreatariat Dewan Provinsi Jawa Barat bercerita mengenai demo yang terjadi di depang gedung DRD Jabar, sebuah demo menentang gagasan pemilihan kepala daerah di lakukan oleh DPRD, dan hingga tulisan ini dibuat pro-kontra ini masih menjadi headline di berbagai media. 
Siapakah yang Harus dan Sebaiknya Memilih ??

Setelah rezim Soeharto turun, reformasi hadir untuk mengubah segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara,Demokratisasi menjadi sebuah euphoria yang meledak di negeri ini, tak kurang dari 2 tahun UU 22 tahun 1999 yang mengatur otonomi daerah muncul. UU 22 1999 memodifikasi sistem pemilihan kepala daerah yang lebih pada desentralistik, para anggota DPRD dapat mengangkat dan memberhentikan Kepala daerah di tingkat provinsi maupun di tingkat daerah bukan lagi hanya sekedar mengajukan calon. Hanya bertahan lima tahun UU 22 Tahun 1999 harus di rubah melalui UU 32 Tahun 2004 salah satu koreksinya adalah UU 22 Tahun 1999 memberikan ruang otonomi daerah yang terlalu luas sehingga sulit muncul koordinasi antara daerah dan pusat. UU 32 tahun 2004 lah celah yang memberikan pintu masuk pada pemilihan langsung oleh rakyat dalam memilih kepala daerahnya sendiri, Gubernur maupun Bupati/walikota.
Sayang  10 tahun terakhir pemilihan kepala daerah langsung tidak juga mulus perjalananya, Kemendagri setidaknya memiliki catatan buruk perjalanan Pilkada selama 10 tahun terakhir yang mencengangkan adalah sudah lebih dari 300 kepala daerah terlibat korupsi.

 "Terakhir saya mendapat laporan sudah 309 kepala daerah terlibat proses hukum terkait kasus korupsi, baik berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana," kata Djohermansyah ketika ditemui di Gedung Kemdagri Jakarta. (Republika, 2013).

Kenyataan ini tentunya merupakan antiklimaks dari anggaran 1-1,2 triliun untuk sekali pemilihan yang diharapkan dapat memberikan perubahan signifikan dalam pemerintahan bukan sekedar memenuhi hak demokrasi.

RUU PILKADA ,2014
Dalam RUU Pilkada yang sedang dibahas saat ini, salah satu substansi yang memicu pro-kontra adalah gagasan mengembalikanya pemilihan kepala daerah Bupati/walikota kepada DPRD. Sesungguhnya sah-sah saja gagasan ini muncul namun kehati-hatian dalam menentukan langkah besar ini sangat diperlukan.  Untuk menentuan langkah besar bangsa ini selanjutnya, semua pihak khususnya para pemangku kepentingan harus cermat, dan jauh dari unsur kepentingan. Perlu digaris bawahi bahwa daya upaya dan segala kecerdasan yang dimiliki harus di berdayakan semaksimalnya untuk menemukan solusi bagi kepentingan bangsa dan negara, bagi Rakyat Indonesia, bukan atas Egoisme pribadi atau golongan jangan pernah keputusan lahir dasi sebuah kepentingan tertentu tapi harus dari suatu kebutuhan. Lalu kita juga sah-sah saja bertanya siapakah yang pantas dan sebaiknya memilih Kepala Daerah ??

1.       Kembali dipilih melalui DPRD
Kembali pada gaya lama , di pilih oleh DPRD. Uji materi konsep ini pada UUD 1945 para ahli berpendapat tidak ada masalah karena disebutkan pada pancasila sila ke 4 yang juga termaktub di pembukaan UUD 45 bahwa  Kerakyatan yang di pimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.  Sila ke 4 membuka ruang untuk memilih kepala daerah melalui perwakilan, semisalnya DPRD. Pemilihan kepala daeraholeh DPRD  sebenarnya telah lama dipraketkan di negri ini, pada orde baru DPRD memiliki peranan cukup strategis walaupun tidak mutlak untuk memilih Kepala daerah, baik Gubernur ataupun walikota. Sistem pemilihan kepala daerah pada masa orde baru ini di tegaskan pada Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang kemudian disusul undang - undang nomor 18/1965 tentang pokok - pokok pemerintahan daerah. Dalam undang - undang ini, kepala daerah diangkat dan diberhentikan oleh presiden atau menteri dalam negeri melalui calon - calon yang diajukan oleh DPRD. Hal ini menjamin pemerintahan yang kuat dan stabil, namun implikasi lainya adalah kedudukan Presiden yang begitu kuat dalam pemerintahan memberi peluang besar untuk menyalahgunakan kewenanganya (catatanan pada masa itu tidak ada pembatasan Masa Maksimal seseorang menjadi presiden). Reformasi akhirnya membalikan keadaan yang pada masa sebelumnya pemerintahan begitu sentralistik menjadi suatu pemerintahan yang begitu desentralistik, UU 22 Tahun 1999 hadir memberikan era baru bagi pemerintahan di daerah, desentralisasi dan otonomi daerah berdengung di ribuan kajian dan seminar, pada masa ini seorang Bupati dan Walikota tidak lagi perlu mendapat izin dari Presiden atau Mendagri dalam pengangkatanya, DPRD langsung yang memilih calon dan mengangkatnya.  UU ini hanya bertahan 5 tahun dengan banyak koreksi yang kemudian di perbaiki di UU 32 tahun 2004 tntang Pemerintahan daerah dimana merupakan gerbang pembuka ke arah pemilihan kepala daerah baik Gubernur ataupun Bupati/Walikota secara langsung.
Jika pemilihan pada opsi pertama seperti di era orde baru maka implikasi positifnya adalah pembentukan pemerintah yang kuat, terkoordinasi, dan cenderung bergerak searah,sedangkan kekhawatiran akan penyalahgunaan kesewenangan seperti terbentuknya rezim otoriter masih ada namun sesungguhnya kemungkinan itu kecil karena penyempurnaan peraturan yang mengatur wewenang Presiden salah satunya adalah pembatasan masa Jabatan dan periode seorang Presiden menjabat. Opsi ke dua tentu menyelesaikan masalah borosnya anggaran dalam melakukan pilkada langsung dan sejalan dengan semangat reformasi karena toh sistem ini lahir pasca reformasi dan memberi ruang gerak mandiri bagi daerah.
Seandainya pilkada dikembalikan pada DPRD tentunya perlu modifikasi yang tepat karena masalah utama lainya adalah, apakah bisa Kepala daerah yang terpilih oleh DPRD tidak ikut terombang-ambing arus politik di daerah yang begitu dinamis, dan apakah bisa yang terpilih tersebut  menjadi penyeimbang DPRD untuk bersama-sama merumuskan kebijakan yang tepat atau malah hanya menjadi pengekor DPRD ?

2.       Dipilih Oleh Rakyat
UU 32 2004 hadir dengn aturan turunanya untuk memperbaiki UU 22 tahun 1999 dan memberi terobosan baru, dengan membuka ruang bagi rakyat dalam menentukan kepala daerah secara langsung. Pilkada langsung merupakan bentuk apresiasi terhadap kedaulatan rakyat, hal ini di anggap sangat sejalan dengan makna reformasi dan semangat demokratisasi di Indonesia. Namun seperti yang sempat disebutkan biaya mahal yang dikeluarkan tidak memberi hasil yang diharapkan, dimana selama 10 tahun terakhir sistem ini memberi banyak catatan buruk dibanding catatan baik.
Salah satu permasalahan mendasar adalah terlalu besarnya biaya yang harus di keluarkan Kabupaten/kota dan jaminan mendapat calon yang elektebilitasnya tidak dipengaruhi oleh money politic ataupun praktek buruk politik lainya, sehingga Bupati/walikota yang terpilih merupakan calon terbaik dan bekerja tanpa memiliki hidden agenda.
Mengatasi permasalahan mendasar pertama cenderung lebih mudah karena hanya bermain pada hal teknis, terobosan baru dalam melakukan pemilihan seperti melakukan e-voting bisa menjadi opsi jawaban mengatasi permasalahan tersebut, namun permasalahan kedua yaitu mendapat calon yang kompeten dari proses yang murni butuh upaya lebih keras , bahkan harus memperhatikan faktor di luar non-teknis terkait pengaturan pemilihan ini sendiri, dimana demokrasi  seperti yang dikatakan Plato : “ those who are expert at winning elections and nothing else will eventually dominate democratic politic“ . Dalam demokrasi (baca:pemilihan langsung) Plato mengisyaratkan sekumpulan pencuri tidak akan memilih seorang pendeta seperti sekumpulan pendeta tak akan memilih seorang pencuri tuk menjadi pemimpinya. Maka kualitas masyarakat adalah hal mutlak dalam menerapkan demokrasi yang dapat berjalan dengan selayaknya.

3.       Opsi lain
Pada suatu kesempatan Yusril Ihza Mahendra memiliki pandangan terkait proses pemilihan kepala daerah secara langsung. Menurut Yusril, akan lebih baik jika pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung cukup sampai Pemilihan Gubernur (Pilgub). Alasan yang mendasari pandangan Yusril tersebut adalah mahalnya ongkos politik yang membuat banyaknya kepala daerah terjerat kasus korupsi. “Pemilihan kepala daerah itu cukup hanya sampai pada tingkat gubernur saja dilakukan secara langsung,” kata Yusril di Gedung MK, Jakarta,  Senin (16/9/2013) (Kompasiana) .
Selain dipilih oleh DPRD atupun rakyat secara langsung sesungguhnya masih ada opsi lain untuk dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan Bupati/Walikota, yaitu di tunjuk sesuai dengan kompetensi melalui Kemendagri yang kewenanganya dapat dilimpahkan pada Gubernur yang tetap dipilih secara langsung atau oleh tim khusus bentukan Kemendagri, hal ini merupakan opsi yang mengambil kebaikan dari efektifitas pemerintahan orde baru dan berupaya melindungi Bupati/walikota dari situasi politik yang  tidak stabil di daerah sehingga pejabat bupati/walikota mampu bekerja secara profesional. Selain itu kualitas calon pejabat Walikota/Bupati dapat mudah diukur dan di kontrol karena berasal dari birokrat murni yang berpengalaman dalam bidang pemerintahan dan cenderung bebas dari pengaruh politik tertentu. Namun cara ini mungkin sulit diterima karena cenderung terlihat mengembalikan kewenangan pusat yang luas sehingga terkesan mengembalikan era sentralistik dan walaupun mendekati gambaran bentuk aristokrasi yang digambarkan Plato sebagai bentuk ideal namun penyalahgunaan kewenangan bisa menjadikan lingkaran Oligharki dalam tubuh pemerintahan.  
Saat ini ketika prestasi 10 tahun Pilkada Bupati/walikota langsung sedang di uji semoga segala pembahasan dan keputusan yang kemudian lahir dapat hadir dengan tepat untuk memberikan solusi dari segala carut marut yang ada, bukan sebagai celah untuk membawanya pada kepentingan-kepentingan tertentu dan pada pelaksanaanya dapat sesuai dengan konsepsi ideal seperti yang telah dirumuskan. Pada akhirnya kita bisa berdoa  semoga semua yang memiliki daya upaya juga memiliki nurani dan rasa cinta pada negri.


Referensi : Pembukaan UUD 1945 ,Undang-undang 22 Tahun 1999, Undang-undang  32 Tahun 2004 
Plato, Republic, Book 6







Senin, 02 Desember 2013

tips and Trick TKD CPNS 2013


Apel satuan wasana praja hari ini langsung di ambil rektor ... :) fiuh ,kalau bukan untuk menyampaikan hal yang darurat penting ,apalagi.?
ya sedikit banyak beliau mencoba me"wanti-wanti" kita untuk bersiap dengan segala kegiatan padat merayap wasana praja ..khususnya TKD alias tes kompetensi dasar cpns (yg kliatanya jadi Tes Ko Dadakan) -_-" ..
(sangat wajar kalau praja khususnya wasana praja merasa cemas-cemas harap . karena konon katanya seseorang mempersiapkan tes cpns itu setahun , dan praja merasa sudah melalui itu ketika melewati tahapan masuk yang super berat dulu. Kali ini dalam kurang 1 bulan harus menghadapi test "itu" lagi -_-" , )
berbicara mengenai TKD,